Selasa, 06 Juli 2010

Biaya Sekolah, Kualitas, dan Gengsi

Investasi terbaik adalah di bidang pendidikan. Seolah menjadi mantera sakti penjamin masa depan buah hati, maka para orang tua pun rela merogeh kocek hingga puluhan juta rupiah hanya demi masuk sebuah TK ternama. Sebut saja temanku itu Ida. Ia menyekolahkan anaknya di sebuah TK ternama di kawasan Cimanggis Depok, Jawa Barat. Pertama kali aku mendengar biaya sekolah anaknya mba Ida, aku hampir melompat jauh. Untung bukan lompat jatuh :p
"Berapa mba, Rp 23 juta. What? Hanya untuk masuk TK?" kataku membelalak.
"Ia mengangguk."
Demi anaknya, mba Ida membobol celengannya. Ga kebayang kan, seberapa besar tuch celengan hingga muat Rp 23 juta. Tapi, yang pasti bentuk celengannya bukan babi. Percayalah teman. "Tabunganku habis San, terkuras untuk biaya TK Hava," kata dia.
"Terus?" selidikku.
"Ya pusing saja. Duitku habis."
"Memangnya tidak ada pilihan lain?" protesku.
"Di situ yang terbaik. Satu guru hanya mengajar lima anak."
"Pantesan," desisku.
Pengalaman shock dengan biaya pendidikan Toto Chan berlanjut ke sekitar rumah. Bak seorang pendata sensus, aku menanyai ibu-ibu muda soal biaya sekolah anak mereka.
"Mba, Hira masuk TK mana?" tanyaku kepada Bunda Hira.
"Ini, masuk TK NF."
"Ooo...kenapa masuk TK itu, kan biayanya mahal," balasku.
"Anaknya yang mau. Karena anak sekitar kompleks sini rata-rata sekolahnya di sana."
Kembali bibirku membulat.
"Berapa biayanya?"
"Rp 8 juta."
Wow. Kataku dalam hati.Fantastis.

Suatu kali aku bertemu dengan seorang ibu yang kelelahan mengatur jadwal hariannya, antar jemput anak. "Sekolah anaknya jauh banget bu?"
"Ya mba, nyari yang terbaik untuk anak," ujarnya tersenyum.
Ibu itu rumahnya di sebuah kawasan real estate di Depok. Kedua anaknya disekolahkan di TK dan SD di Rafless Hills Cibubur. Bisa dibayangkan capeknya menjadi sopir pribadi tiap hari. Alamak...
Bukan hanya tenaga yang terkuras, uang juga mengalir deras.
Untuk menjadi bagian keluarga di TK tersebut, si ibu rela mengeluarkan uang puluhan juta rupiah. Bahkan, biaya bulanannya pun tak kalah fantastis. Jutaan rupiah.
Biaya jutaan hingga puluhan juta rupiah untuk masuk sebuah TK adalah sebuah kemewahan untukku.
Bagi seorang anak manusia yang besar tanpa mengecap pendidikan TK. Dulu sempat iri melihat ijazah TK seorang teman yang dengan bangganya di pajang di lemari kacanya. Kenapa aku tak punya ijazah itu ya? Batinku. Ya jelas lah. Aku tidak sekolah TK. Wajar jika aku terus terbengong ketika mendengar angka puluhan juta rupiah untuk sebuah TK.
Dalam sejarah hidupku, pendidikanku banyak ditopang oleh negara. Sekolah SD di SD inpres. Buku tinggal pinjam ke perpustakaan. Sekolah SMP juga sama, SMPN. Begitu juga SMA. Bahkan hingga di bangku kuliah pun, aku hanya membayar SPP hanya sampai dua semester. Selebihnya di-cover beasiswa dari luar negeri.Maka, lidahku kelu tiap mendengar angka fantastis untuk masuk TK dan SD.
Seorang teman, lulusan Fakultas Ekonomi UI dan suaminya lawyer mengaku tidak tertarik memasukkan anaknya yang baru berusia 3 tahun ke playgroup 'branded'. "Emak-emak sini pada memasukkan anak-anaknya di sekolah-sekolah swasta yang mahal. Kalau anakku enjoy di sekolah biasa, itu lebih baik. Toh ayah ibunya di sekolah biasa saja juga bisa mendapat pendidikan baik," ujarnya.n Ia menginginkan anaknya tumbuh kembang bersama anak-anak lain dari kalangan kurang mampu. "Biar dia tumbuh sewajarnya," kata dia.
Uniknya, meski telah mengeluarkan biaya selangit, para orang tua yang memasukkan sekolah bergengsi, tetap ragu akan masa depan dan kecerdasan anak-anaknya. Seorang ibu berkilah," Masukin TK anak biayanya jutaan, kalah sama biaya kuliah. Kira-kira ada jaminan ga ya, besar nanti dia jadi doktor?" Nah lho....