Kamis, 30 September 2010

Ini Adik Dua

Ini Adik Dua
Fadhilla Berlian Nisa, ponakanku kedua, buah cinta kakakku Indang Nuryanti dan suaminya Ikhwan, umurnya baru 19 bulan atau belum genap 2 tahun kala adiknya, Muthia Salsabila lahir. Muthia hadir ke dunia pada Februari 2001. Sebagai balita, wajar jika Dhilla, sapaan akrab Fadhilla, butuh perhatian khusus dari kedua orang tuanya. Sayangnya, perhatian itu sedikit tereduksi sejak kehamilan ibunya hingga kehadiran adiknya.
Kehamilan Muthia memang tidak direncanakan. Kakakku juga sempat shok saat tahu ia mengandung. Padahal, saat itu umur Dhilla baru 10 bulan. “Ya kaget saja, ga menyangka kalau hamil,” kata dia. Pasalnya, jarak antara Dhilla dengan kakaknya, Andra Hidayat, lumayan jauh, 7 tahun.
Dengan kehamilan ketiganya itu, konsentrasi kakakku terbagi dua, Dhilla dan calon bayinya. Ia juga menyiapkan mental Dhilla sebagai kakak sejak dini. Sebisa mungkin ia memberikan pengertian bahwa tak lama lagi Dhilla akan memiliki adik bayi.
“Genduk arep duwe adik (Dhilla mau punya adik-Red)” begitu ibunya kerap bicara kepada Dhilla kecil. Namanya juga bayi, Dhilla tidak terlalu tahu konsep adik itu seperti apa. Ibuku juga ikut memberikan pengertian kepada Dhilla.
Namanya juga bayi, Dhilla kecil tidak terlalu mengerti konsep kakak adik. “Tapi sebisa mungkin aku mengenalkan adik barunya,” kata Mba, panggilanku untuk kakakku. Dhilla kadang suka memegangi perut ibunya. Dan saat itulah kakakku bilang,” Ini ada adik Dhilla di dalam perut ibu.”
Memendam Cemburu
Kesibukan mengurus Dhilla dan mempersiapkan kelahiran lumayan menguras energi kakakku. Beruntungnya ada suami, ibu, dan ibu mertua mba serta tetangga sekitar yang memback-up mengasuh Dhilla. “Ini sangat lumayan membantu. Dhilla yang mengurusi orang banyak,” kata kakakku yang sehari-hari waktu itu sibuk mengurusi usahanya, produksi bakso.
Pertengahan Februari 2001 kakakku melahirkan bayi cantik bernama Muthia di sebuah klinik di Kota Lasem, Rembang, Jawa Tengah. Dhilla di rumah bersama ibuku yang notabene nenek Dilla. Sesampai di rumah, mba mengenalkan Muthia kepada Dhilla.
Reaksi yang muncul saat Dhilla dikenalkan pada adik barunya adalah melengos. “Kelihatan sekali kalau Dhilla marah.,” kata Mba menambahkan, “Apalagi setelah dia melihat ada makhluk mungil serupa dengannya berada dalam pangkuan ibunya.”
Dhilla langsung menangis saat ibunya menyusui Muthia. “Ia seperti tidak rela ASI yang dulu miliknya kini disusu adiknya,” kata Mba. Terlebih, setelah hamil, ASI kakakku tidak keluar. “Kasihan Dilla, ia minum ASI hanya sampai 10 bulan.” Praktis hanya air putih yang Dilla minum sejak ibunya mengandung hingga Muthia lahir.

Dhilla juga seperti melakukan aksi boikot. Beberapa hari setelah adiknya lahir, ia hanya diam. Padahal, Dhilla kecil suka berceloteh. Syukurlah, meski Dhilla kecil protes kepada ibunya, ia tidak sampai memusuhi Muthia. “Dhilla tidak pernah mencubit adiknya atau memukul. Ia malah kerap memegang adiknya. Meski cemburu, ia sayang kepada Muthia,” kata Mba.
Seperti tahu kondisi ibunya yang repot mengurus adiknya, Dhilla akhirnya lebih dekat ke ibuku. Sejak adiknya lahir, Dilla kerap main sendirian. Padahal usianya belum genap 2 tahun. Bahkan, yang mengharukan, ia kerap main sendirian di atas kursi bundar balita beroda sampai tertidur sambil memegang buku dan pensil. Sesekali ia mengeluarkan suara ta ta ta ta sambil memegang pensil dan buku. Jika sudah kelelahan, ia tertidur dengan buku di tangannya.
Jika sedang haus, Dhilla yang masih berada di atas kursi latihan jalan beroda itu akan berujar,“Mik nyu.” Artinya mimik banyu atau minum air putih. “Kadang ia juga bilang yuyus artinya susu (susu formula-Red), namun sangat jarang. Dhilla tidak suka susu formula,” kata Ibu.
Kendati terkesan biasa saja, tidak rewel, ternyata Dhilla memendam cemburu yang mendalam dengan adiknya. Selang sebulan kelahiran Muthia, tepatnya saat usia Dhilla 20 bulan ia jatuh sakit. “Badannya demam karena memendam cemburu,” kata Mba. Akhirnya kakakku merayu Dhilla untuk menyusu lagi. “Eh, setelah diberi ASI sembuh,” ujarnya. Sejak saat itu kakakku kerap menyusui keduanya. “Tapi yang diprioritaskan Muthia.”
Adiktu
Sejak lahir hingga berumur enam bulan Muthia kerap bangun tengah malam hingga pagi. “Kalau bangun Muthia pasti menangis,” kata Mba. Kerewelan Muthia membuat perhatian Mba pada Dhilla berkurang. “Kalau adiknya nangis terus, Dhilla kerap tidur sendiri. Biasanya Bapaknya yang menemani,” kata Mba.
Sering jika rasa cemburu Dhilla muncul, ia minta ibunya menyusuinya berbarengan dengan ibunya. “Kadang kalau aku lagi menyusui Muthia, ia bergelayutan di punggungku, minta ASI juga.” Dhilla akhirnya menyudahi ASI ketika berumur 2,5 tahun.
Dhilla kecil kemudian mengisi hari-harinya dengan bermain pasaran. “Kadang bikin sambal-sambalan dengan mengulek dedaunan sambil bilang tak enthek enthek tak uleg-uleg maksudnya aku nguleg sambel,” kata Ibu tersenyum. “Dhilla anak yang lucu. Kadang kalau lagi main pasaran, ia ditanya tetangga, lagi ngapain Lek. Dhilla menjawab lagi pacangna maksudnya lagi pasaran hehehe,” imbuh Mba.
Begitu selesai mandi, kata Mba, Dhilla akan main ke tetangga dan bilang,”Atu wayuk, atu mangi (Aku ayu, aku wangi) sambil memegangi pipinya yang berbedak.” Biasanya tetangga orang dewasa hanya bilang,”Masak sih nduk. Kok ga ada bau harumnya ya.”
Kerap kali Dhilla juga digoda oleh tetangga sebelah. “Nduk, adik aku ambil ya.” “Jangan, itu adiktu, adik dua (Jangan, itu adikku. Adik Dhilla).” “Ya, meski ia cemburu pada adiknya, ia nggak rela adiknya diambil orang,” kata Mba tertawa.
Sekitar umur 3 tahun Dhilla mulai menempatkan diri sebagai kakak. Ia sering mengajak ngomong adiknya. “Mba Dua. Ini adik Dua (Mba Dhilla. Ini adik Dhilla),” celoteh keponakanku bermata indah itu.

Nyatanya fokus perhatian seisi rumah kepada bayi Muthia begitu membekas dalam hati Dhilla. Ia merasa dinomorduakan. Hingga, saat ia bisa menulis, yang ia tulis di buku adalah setiap orang hanya sayang kepada adik. Tidak ada orang yang sayang kepada Dhilla. “Aku sedih membaca tulisan itu. Tetapi bagaimana lagi. Sebenarnya aku ingin member perhatian yang sama. Tetapi Muthia sangat rewel,” kata Mba.
Tangis Muthia
Hingga usia menjelang TK, Muthia selalu rewel. Ia kerap menangis keras dan menjerit hingga suaranya hampir habis. Saking kerasnya tangisan Muthia, orang se kampung bisa mendengar lengkingannya. Terkadang kalau kelamaan, keponakanku itu menangis hingga batuk dan seperti muntah.
Ada seorang teman kuliahku yang kala itu bermain ke rumahku sempat geleng-geleng kepala melihat tingkah keponakanku yang satu itu. “Dia itu menangis kayak menyanyi saja ya,” komentar temanku. Tangis Muthia seringkali terdengar. Ia menangis tidak mengenal waktu. Bahkan, tidak ada sehari pun yang terlewat tanpa tangisannya.
Bukan hanya teman kuliah yang gumon dengan tingkah Muthia. Keluarga besar dan tetangga pun heran melihat ‘hobby’ keponakanku membuat ‘nyanyian’. Muthia akan menangis kencang jika keinginannya tidak dipenuhi. “Kalau saat ini minta A, ya harus ada A.” jelas Mba.
Meski Muthia rewel, Mba tetap sabar. Imbasnya, perhatian ke Dhilla menyusut. “Dhilla tumbuh besar lebih banyak dengan Ibu,” kata Mba. Maka, yang dirasakan Dhilla adalah ibunya hanya sayang kepada Muthia. “Padahal sama-sama sayang. Hanya karena adiknya rewel luar biasa akhirnya perhatianku lebih fokus pada Muthia.”
Setelah kuamati, perilaku Muthia waktu kecil itu mungkin termasuk temper trantum. Menurut psikolog RSUD Cilacap Reni Kusumowardhani, temper trantum adalah suatu letupan amarah hebat yang terjadi pada anak usia 2 hingga 4 tahun untuk menunjukkan kemandiriannya dengan sikap negatif.
Penyebab temper trantum karena anak merasa frustasi apabila keinginannya tidak segera dipenuhi. “Mereka tidak mengenal kata ‘nanti’. Sehingga sulit untuk menunda atau menunggu pemenuhan atas keinginannya. Oleh karena itu, jika keinginannya tidak terpenuhi, anak balita akan merasa frustasi,” jabar Reni.
Menangis kencang, membuang sesuatu, kata Reni, menjadi sarana balita mengurangi rasa frustasinya. “Karena anak balita belum mampu mengontrol emosinya dan mengungkapkan marahnya secara epat,” jelasnya.
Ada beberapa situasi yang bisa memicu anak marah. Antara lain anak terlalu lelah, bosan, lapar, sakit, keinginannya tidak terpenuhi, tidak tahu apa yang diinginkan. Faktor lain adalah anak tidak mampu melakukan sesuatu sendiri, serta orang sekitar salah mengerti dengan yang ia maksud. Namun, ada juga lho temper trantum anak yang terjadi karena mereka meniru perilaku orang tuanya.
Karena perilaku ini terjadi hingga usia 4 tahun, menjelang 5 tahun Muthia berubah total menjadi anak manis. Ia tidak menunjukkan kerewelannya lagi. Yang membuat orang takjub, selain berperilaku manis, Muthia juga menjadi anak cerdas. Kini kedua keponakanku telah duduk di bangku kelas 4 dan 6 SD. Keduanya baik Dhilla maupun Muthia termasuk siswa berprestasi di sekolahnya. Keponakanku sayang anak impian masa depan. Semoga.
Tips Menangani Anak Temper Trantum
Tindakan preventif:
-Orang tua menjadi contoh yang tepat dalam menyalurkan emosi seperti saat ia marah.
-Tidak terpancing emosi saat anak marah.
-Beri penghargaan atau respon positif saat anak berperilaku baik.
-Siapkan mainan, buku cerita, dll yang menarik anak saat mengajak mereka ke acara yang kemungkinan membuatnya bosan atau lelah.
-Sering mengajak anak berkomunikasi tentang perasaannya.
-Beri perhatian cukup.
-Salurkan anak pada kegiatan positif.
Jika terlanjur temper trantum.
-Beri perhatian sewajarnya, jangan berlebihan
-Pegangi anak yang sedang marah tanpa mencederainya.
-Bersikap tegas, tetapi lembut, dewasa, peduli, dan positif.
-Alihkan perhatian anak dengan aktivitas lain.
-Kalahkan raungan tangis anak dengan suara tegas sehingga ia mendengarkan orang tua.
-Jangan memukul atau berucap kasar.
-Segera bawa anak ke tempat yang tenang, tidak terlalu ramai untuk menenangkannya.
Tips Mengasuh Balita dengan Jarak yang Berdekatan
-Berikan pengertian kepada kakak, kalau sebentar lagi ia akan mempunyai adik.
-Tanamkan pemahaman bahwa adik bukan saingan kakak, tetapi teman bermain yang menyenangkan.
-Tanamkan kebanggaan sebagai seorang kakak.
-Jangan dibedakan antara kakak dan adik. Misalnya segala hal mendahulukan untuk adik.
-Berikan penghargaan dan pujian jika kakak dan adik berperilaku positif.
-Berlaku adil dalam memberikan hukuman. Jangan membela adik karena ia masih kecil.
-Komunikasikan kepada kakak bahwa ayah dan bunda sangat menyayanginya, sama seperti menyayangi adik.
-Ajarkan meminta maaf jika kakak atau adik berbuat salah.
Susan Sutardjo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar