Selasa, 09 November 2010

Rezeki Allah Itu Luas

Selasa siang (9 Nov) aku kedatangan tamu istimewa. Mantan cleaning service (CS) di kantor. Tubuhnya memang terlihat lebih kurus dalam balutan jaket. Terakhir ketemu CS ini ia menganggur. Ceritanya, ia keluar kantorku karena memperoleh pekerjaan baru sebagai kurir yang berlokasi di Halim, Jakarta Timur.
Sepintas, pekerjaan baru itu lumayan menggiurkan. “Gajinya lebih besar di sana mbak,” kata CS itu berseri-seri saat pamitan. Aku lega ia memperoleh pekerjaan lebih baik. Terlebih istrinya kala itu baru saja melahirkan.
Sekitar dua bulan kemudian, CS itu datang lagi. Aku tanya, kenapa tidak bekerja di Halim lagi. Ia bilang, ternyata gajinya habis untuk membeli bahan bakar. “Masak untuk mengantarkan barang harus menggunakan sepeda motor dan bensin dari kantong sendiri,” keluhnya. Akhirnya, tak perlu menunggu lama, ia mantap keluar.
Ia sebenarnya tahu, pilihan keluar bukan jalan terbaik. Karena, ia sangat membutuhkan uang untuk membiayai keluarganya. Untuk menambal kebutuhan keluarga, CS ini mengajar mengaji di sebuah mesjid di Tebet, Jakarta Selatan. “Alhamdulillah, masih mendapat rezeki dari orang tua murid ngaji,” ujarnya.
Meski demikian, keuangan keluarga CS ini kian limbung. Selama dua bulan ia hanya mengandalkan honor tiris sebagai guru mengaji. Beruntungnya ada panggilan kerja sebagai security seorang pengusaha di Kemang. Namun, banyak pergolakan batin ia alami ketika bekerja di sini. “Saya sering bertanya, sumber uang ini haram atau halal,” terangnya menjelaskan asal uang majikannya yang menurutnya menyalahi norma.
Dalam kebimbangan itu, ia memutuskan keluar. Ia kemudian melamar di sebuah perusahaan yang menangani mantainance gedung di kawasan Jakarta Selatan. “Alhamdulillah, pekerjaan saya sekarang jauh lebih baik dari sebelumnya,” kata CS ini tersenyum. Dalam sebulan ia mengantongi gaji sekitar Rp 1,7 juta dipotong iuran jamsostek dan asuransi. Jam kerjanya juga terbilang lengang.
Ia bersyukur Allah memberinya pekerjaan terbaik, jauh melebihi posisinya sebagai office boy. “Meskipun taruhannya nyawa, saya tidak apa-apa. Yang penting anak saya bisa makan dan halal,” ujar lelaki betawi ini.
Menyimak perjalanan CS, aku seperti ditampar. Ternyata rezeki itu tersebar di banyak tempat. Aku seperti mengalami kebimbangan, bingung, ketika memutuskan untuk resign. Munculnya pemikiran ini bukan tanpa sebab. Sudah banyak hal aku lakukan dalam mengisi masa transisi ini. Tetapi, semua pintu sepertinya tertutup. Aku laiknya menghadapi dinding tebal. Rabbi, hamba percaya, Engkau Maha Kaya. Dan Engkau akan member rezeki terbaik bagi makhluk-Mu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar